JADILAH
MAHKOTA INDAH SESUAI HARAPAN!
Bacaan
Nast Alkitab : Titus 2:1-10
“Demikianlah juga orang-orang muda;
nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan jadikanlah
dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. (Titus 2 : 6-7a)”
“Pemuda”, katanya harapan masa depan, harapan orang tua,
harapan bangsa, juga harapan gereja! Bagaimana supaya para pemuda kita
benar-benar dapat menjadi harapan? Oh, saudara, tentu tidak terjadi begitu
saja! Tentu melewati proses juga. Proses itu tentu malah sejak ia dari
kandungan, masa bayi, remaja, bahkan hingga menjadi pemuda, untuk selanjutnya
benar-benar dapat menjadi harapan masa depan. Itu artinya, tentu saja di mulai
dari lingkungan rumah dimana ia dilahirkan. Bahkan sesuai pertumbuhannya,
lingkungan gereja, sekolah dan lingkungan masyarakat sekitarnya tentu juga
sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter mereka. Bahkan tidak main-main,
kemajuan teknologi memberikan andil besar dalam mewarnai kehidupan mereka!.
“Pemuda”...... memang harapan kita semua. Tapi sudahkah
mereka benar-benar telah dipersiapkan menjadi harapana, lakyaknya menjadi
sebuah mahkota yang indah? Oh... itu memang tidak mudah. Tidak cukup hanya
melalui ribuat kata-kata nasihat semata. Atau hanya sekedar anjuran supaya rajin
sekolah minggu, atau rajin kebaktian pemuda semata! Tidak cukup dengan itu.
Tetapi secara menyeluruh. Baik oleh orang tuanya, lingkungan gereja,
masyarakat, dan tempat sekolahnya juga. Oleh semua pihak tentu saja. Baik
secara langsung!Tidak kurang, banyak juga para orang tua telah mendidik
anak-anak mereka sedemikian rupa, dengan harapan supaya anak-anak mereka
menjadi orang baik-baik kelak? Tapi kenapa anak mereka tetap nakal, bebal,
seperti tidak pernah di ajar? Nah, inilah masalahnya. Karena mereka bukan benda
mati. Tapi juga punya mata dan telinga, juga punya hati, bahkan punya keinginan
untuk menjadi seperti orang juga. Orang yang dianggapnya sebagai panutan, tentu
saja. Maklum, mereka juga sedang mencari identitas diri. Hanya apakah idenditas
diri itu telah mereka dapatkan secara tepat dari orang-orang atau lingkungan?
Benarkah dalam lingkungan keluarga sendiri kita sudah memberikan semacam
panutan identitas diri buat mereka? Atau hanya sekedar anjuran supaya rajin
sekolah minggu, kebaktian pemuda saja buat mereka? Sementara kita sebagai orang
tua sendiri malas sembahyang? Makan saja tanpa berdoa, bagaimana doa sebagai
nafas kehidupan dapat kita teladankan?
Kita memang tidak menyangsikan maksud baik orang tua bagi
anak-anaknya. Hanya sadar atau tidak, strateginya mungkin yang salah! Dapat
saudara bayangkan bila ada anak berusia dua tahun sudah bisa membedakan, mana
uang seribu, duapuluhan, dan limapuluhan ribu! Yang limapuluhan ribu
dipilihnya, sambil ia perlihatkan kepada ibunya, bahwa uang itu untuk ke mall
katanya. Astaga! Kenapa sampai bisa terjadi begitu? Apalagi kalau bukan bahwa
ia sering dibawa ke mall dan uang sejenis itu yang sering ia lihat ketika ia
dibawa oleh ibunya ke mall?! Lalu yang untuk persembahan? Mungkin tidak sempat
dikasih tahu, atau memang orang tuannya sendiri jarang ke gereja. Atau ke
gereja juga tapi hanya kebiasaan saja tanpa penghayatan, dan ketika
persembahan..... Hehehehe...... (maaf)! Tahulah sendiri apa kira-kira
jawabannya!
Tidak kurang waktu liburan? Si anak berkata kepada orang
tua: “Pah/mah, aku pengin liburan ke anu...., minta uang jajannya.” Oh, maka
segera orang tua mengusahakannya. Tidak kurang untuk urusan sekolahnya, urusan
kecerdasan otaknya, orang tua habis-habisan mengusahakannya, jual ladang, atau
ngutang , atau kredit dimana saja, demi anaknya. Oh, itu baik saja! Tapi kalau
urusan rohaninya? Urusan moralitas, etika, atau daya tahan iman? Apa yang sudah
dilakukan? Berapa biaya yang berani dikeluarkan? Karenanya tidak heran bila di
masa sekarang ini, banyak generasi mudah kita hanya cerdas otaknya, tapi
merosot moralitasnya. tidak kurang di sekolah-sekolah, bahkan dijejali tambahan
berbagai les pada sore hari juga, untu ktidak kurang dalam persekutuan gereja!
Terkesan jalan sendiri-sendiri. Majelis dan jemaat jalan sendiri. Pemuda jalan
sendiri, atur sendiri! Apa yang terjadi dalam rapat-rapat gereja kita? Oh,
lebih banyak sibuk program ini program itu. Lalu program untuk pemuda?
Paling-paling disediakan alat band, seolah selesailah sudah masalah! Silahkan
pemuda latihan sendiri. Itu pun kalau ada anggarannya tersedia. Jika tidak, itu
ditunda saja.
Lalu ketika mereka ibadah sini, ibadah sana, ke berbagai
gereja? (syukur kalau pemuda ingat ingat gereja). Akh, paling-paling kita
katakan pendeta atau majelis nda becus membina. Atau kalau mereka terlibat
berbagai kenakalan remaja, ngebut di jalan, kumpul kebo, mabuk-mabukan di
jalan, atau terjerumus dalam obat-obatan dan berbagai kejahatan? Oh tidak
kurang (maaf!), para pendeta, majelis, aparat keamanan, para pejabat terkait
dengan mudah saja mengatakan, itu kelalaian orang tua, yang seharusnya membina
anaknya. Oh, jadi serba menyalahkan rupanya. Tapi tidak menyelesaikan masalah.
Hanya anjuran, peringatan basa basi layaknya. Tidak ketinggalan para
intelektual, menorot dari berbagai sudut pandang, sudut ini, sudut itu, tapi
juga kurang menyengat dalam andil nyata, bagaimana yang seharusnya bersama-sama
kita lakukan. Hanya kritik saja, banci jadinya! Yang tidak kalah menarik,
biasanya kita jadi begitu antusias memandang berbagai permasalahan generasi
muda kita, justru ketika masalah sudah terjadi. Nasihat ini, nasihat itu.
Padahal, tidak kurang juga kita sebagai orang tua, baik sebagai pemimpin
gereja, tokoh masyarakat, artis terkenal, para penegak hukum, atau para pejabat
negeri? Oh, pornografi, pornoaksi, seolah bukan barang langka lagi! Korupsi
para pejabat seolah bukan sesuatu yang haram lagi! Kekerasan dalam rumah
tangga, perselingkuhan besar persentasenya! Tidak kurang (maaf untuk kesekian
kalinya!), para penegak hukum banyak juga yang terlibat baku hantam di tempat
remang-remang. Atau para pejabat terlibat narkoba yang berkeliaran saja? Atau
para anggota dewan yang ketiduran di persidangan? Apakah kita anggap ini hal
sepele dan tidak ada hubungaan keterkaitan sebagai panutan generasi kita?
Masalahnya memang tidak gampang. Tidak cukup hanya lewat doa atau khotbah
mimbar gereja saja. Harus oleh semua kita!Lalu, dari mana kita memulainya? Yang
utama tentu saja keluarga atau orang tua. Jadilah teladan, bukan hanya nasihat,
atau larangan sebatan kata-kata. Yang tua, hiduplah sederhana. Kata “sederhana”
dalam nas ini, tidak berarti orang tua lalu berpakaian compang camping! Tetapi
dalam arti tidak hidup hura-hura, atau terlalu banyak teori yang muluk-muluk
tetapi tidak nyata dalam tindakan. Ya, itu persisnya! Juga hidup terhormat,
bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Ya, harus mulai
dari itu (ay.2). demikian pun perempuan-perempuan yang tua, hiduplah sebagai
orang yang beribadah, jangan hanya suka memanjakan anak ke mall saja, jangan
memfitnah, jangan hanya sibuk ngurus kecantikan dan penampilan diri sendiri
saja, atau malah jadi penjudi segala. Jika demikian bagaimana mungkin dapat
membina perempuan muda dengan keteladanan? (ay.3).
Menurut hemat kita, ada baiknya juga pembinaan gereja harus
secara serius, terprogram dan berkesinambungan. Program yang dimaksud tentu
saja bukan sekedar menyediakan alat band, untuk gedebak-gedebuk, nda
karu-karuan. Pembinaan yang hany bersifat hiburan! Atau hanya sekedar PA yang
menambah kelelahan melanjutkan pelajaran teori yang di sekolahan! Yang
dibutuhkan oleh pemuda tentu saja, semacam pendampingan, tempat curhat sebagai
kawan untuk penguatan, kepercayaan identitas diri ke arah yang lebih kreatif
menghadapi tantangan jaman! Ya, pembentukan kepribadian. Sudahkah itu kita
pikirkan atau lakukan? Ini menjadi PR kita selaku gereja. Jadi bukan sekedar
hanya menyalahkan mereka, menyalahkan orang tua, menyalahkan majelis,
menyalahkan pemerintah, atau menyalahkan kemajuan jaman dan teknologi.Tidak ada
yang salah dengan dunia ini. Matahari tetap terbit dari Timur dan tenggelam di
Barat seperti sedia kala. Yang salah, kalau mau mencari siapa yang salah, ya
semua kita yang harus berbenah diri!
Bagaimana peran pemerintah? Jangan serahkan mentah-mentah
begitu saja kepada para orang tua, majelis atau guru SHA atau pembina pemuda
saja. Karena mereka juga adqalah harapan nusa dan bangsa juga. Harapan kita
bersama! Apa peran Menteri Pemuda dan olah Raga dan jajarannya? Apakah cukup
hanya mengurus soal sepak bola kita yang terpuruk jadi tertawaan dunia? Buatlah
juga sekiranya bentuk melalui mana para pemuda kita terbina sejak generasi
mudah hingga sungguh-sungguh jadi mahkota harqapan bangsa. Tidak cukup hanya
sekedar penyuluhan yang sekali-sekali saja.
Lalu bagaimana Anda para pemuda sendiri? Nah...nah..nah...
Janganlah hanya menyalahkan orang tua, gereja, atau menyalahkan apa saja. Perlu
juga Anda sebagai orang muda koreksi diri. Jangan hanya terbawa perasaan,
merasa yang harus serba diperhatikan dan dituruti kemauan sebagai bentuk atau
wadah bukti kreativitas , sebagai pemuda beriman, ambil bagian dalam
keterlibatan mereka memberi warna gerejanya demi kesinambungan masa depan dan
kesaksian! Lalu Anda sebagai pemuda Gereja sekarang? Atau lebih banyak bertanya
“apa yang dapat gereja berikan untuk saya?” Lalu bila dirasa gereja tidak
memberikan apa-apa, jadi lari sani-lari sana, cari gereja hanya untuk hiburan,
gedebak-gedebuk drum pengiring nyanyian?
Oh... Bila itu pertanyaannya, bila itu yang Anda lakukan,
berarti Anda bukan tambah lebih baik dan lebih maju dari para pemuda pendahulu
Anda. Walau intelektualitas anda jauh lebih mafan dari mereka! Kuasailah dirimu
dalam segala hal. Jadilah teladan dalam berbuat baik. (ay.7-8). Penguasaan
diri, itu kata kunci. Itu awal yang baik, untuk memilih yang baik, berpikir
secara jernih, dan bertindak hingga benar-benar jadi mahkota yang indah sesuai
apa yang diharapkan. Bukan menjadi sampah tak berguna yang ditenggelamkan oleh
arus jaman yang serba menawan, namun yang hanya berakhir ke kuburan. Bangkitlah
wahai pemuda. Lanjutkan dan buktikan kepada para pendahulumu, tanpa banyak
embel-embel picisan ini-itu. Buktikanbahwa engkau masih ada di mana orang
semakin menyepelekan Tuhan seperti di jaman ini. Dan buatlah Tuhan tetap
tersenyum di atas sana!. AMIN!
No comments:
Post a Comment