Selasa, 5 Agustus 2014. Hari
kedua aku masuk sekolah setelah libur panjang lebaran. Di bulan yang suci ini
tentunya harus saling memaafkan. Begitu juga aku, walaupun aku beragama lain,
tetapi aku memanfaatkan peristiwa ini. Saat Miya datang ke kelasku untuk
membagikan teks, disaat itu juga aku minta maaf kepada Miya atas kesalahanku yang
pernah kuperbuat kepadanya. Karena aku mempunyai pikiran bahwa “Aku dilahirkan
tidak untuk mencari musuh. Tetapi, aku dilahirkan untuk mencari teman.”
“Miya, maafin aku ya.. maaf kalo
aku punya salah sama kamu.” Sambil mengajaknya bersalaman.
“Maaf ?. Ndak akan pernah aku
maafin ah.” Jawab Miya sambil berjalan menuju kelasnya dan tertawa.
“iya udah terserah kamu. Tapi,
aku udah maafin kamu.” Ucapku dengan tersenyum.
Sepertinya Miya sudah
memaafkanku. Setiap hari aku dan Miya bertemu. Kita ketawa bareng, kita
komunikasi seperti biasa. Tidak ada lagi yang namanya musuh. Sekarang sudah
menjadi teman. Tetapi aku juga masih bertanya-tanya, apakah Miya sudah
memaafkanku dengan tulus?. Biarlah waktu yang dapat menjawabnya. Yang
terpenting bagiku, semua sudah kembali normal lagi, tidak ada berita ini dan
itu, tidak ada lagi permusuhan.
Suatu malam aku pernah
bertanya-tanya dan berdoa kepada Tuhan,
“Tuhan, akankah persahabatan ini
akan berjalan terus?. Kiranya tidak ada lagi permasalahan yang menimpaku ya
Tuhan. Kiranya Engkau merencanakan sesuatu yang indah bagiku dan teman-temanku.
Amin.”
Indahnya hari yang kulalui
dengan penuh damai sejahtera bersama teman-temanku disekolah. Disaat sedih
pasti ada yang menghibur, disaat senang pasti juga ikut senang. Komplit rasanya
hidup ini.
Tapi dalam hidup pasti ada
kesuksesan dan ada kegagalan. Ada jatuh dan juga ada bangun. Jadi harus tetap
sabar dan semangat menjalaninya. Seperti dugaanku pasti ada masalah lagi yang
menimpaku. Mungkin Tuhan sayang kepadaku. Berita negatif tentang diriku
terdengar oleh telingaku. Sudah aku duga pasti ada temanku yang tidak suka
kalau aku dekat dengan Miya. Fitnah menyebar dimana-mana. Yasa, adalah teman
perempuanku yang sering memfitnah aku dari dulu. Mungkin dulu aku masih sabar
menghadapinya. Tapi, ini fitnahnya sudah melewati batas. Jadi, kesabaranku
mungkin sudah habis.
Malam hari, 20 Agustus 2014. Vania,
salah satu sahabatku yang paling dekat denganku memberikan sebuah informasi
kepadaku. Informasi tentang Yasa yang memfitnahku, dan tentang teman-temanku
yang sudah terpengaruh omongannya Yasa. Dari A-Z, Vania menceritakannya. Aku
hanya mengelus dadaku dan berkata,”Daripada fitnah ini menyebar kemana-mana,
lebih baik besok aku selesaikan dengan kepala dingin.”
Disaat itu juga aku sms Yasa. “Sa,
aku mau ngomong boleh?”
“Boleh, mau ngomong apa?”
balasnya disms.
“Kamu kan sering diajarin
ataupun pernah diajarin jangan memfitnah orang, jangan bicara yang tidak-tidak.
Iyakan?” tanyaku disms.
“Iya, kenapa? Balasnya dengan
singkat.
“Punya mulut dijaga, Sa. Jangan
sering ngefitnah aku. Apalagi yang tidak-tidak.” Balasku sedikit emosi.
“Aku ngefitnah kamu apa? Apa
buktimu?” kata Yasa dalam sms.
“Mau bukti? Apa mau saksi? Aku
punya semua. Kamu ngefitnah aku kalau aku itu punya hubungan dengan Fatih,
pacarnya Miya. Kamu juga ngefitnah aku kalau aku itu yang ngrebut pacarnya Miya
dulu, Fahri yang sekarang menjadi pacarku. Itu semua fitnahmu kepadaku, dan semua
fitnahmu itu tidak ada yang benar. Dari dulu aku sudah sabar menghadapimu. Tapi
kali ini, mungkin kesabaranku sudah habis. Aku itu kasihan sama kamu, daripada
kamu dimusuhin banyak orang, lebih baik kamu berkata yang sebenarnya, sesuai
fakta.” Balasku agak kesal.
“Daripada ngomong lewat sms
lebih baik ngomong langsung saja, berani gak?” ajaknya disms.
“Ok, tapi kita bicara berdua
saja diUKS. Dengan kepala dingin, jangan pakai emosi.” Ucapku dalam sms.
Yasa pun menyetujui permintaanku
itu.
Kamis, 21 Agustus masih ditahun
2014. Sekitar jam 08.30 pagi, Yasa mengirim sms kepadaku,”Bagaimana kalau
ngomong sekarang dilapangan?”
Jawabku,”Akukan sudah bilang,
aku maunya diUKS. Empat mata saja.”
Disaat itu juga aku menceritakan
permasalahanku dengan Debo, teman perempuanku yang selalu membantu
menyelesaikan masalah asal kebenaran ditegakkan. Dia pun akan membantuku jika
nanti Yasa bicara tapi tidak sesuai fakta.
Sekitar jam 11.00 pagi, aku
dipanggil Fahri pacarku untuk keUKS. Tapi aku masih sibuk dengan latihanku. Untuk
kedua kalinya, aku dipanggil Vania dan Debo untuk ke Uks. Dengan sangat kaget,
ternyata diUKS seperti ada sebuah persidangan. Banyak orang disana. Yang pasti
ada aku, Fahri, Miya, Fatih dan juga Yasa. Fira yang layaknya sebagai hakim
memulai persidangan ini. Yasa pun mulai berbicara dan bertanya kepadaku,”Mana
Saksimu?”
Jawabku sambil menoleh Vania,”Van,
kamu mau ndak bersaksi demi sebuah kebenaran?”
Vania pun menjawab “iya” dan
mulai berbicara tentang informasi yang telah diberikannya kepadaku tadi malam.
Sambil aku menunjukan tulisannya Vania di chat Facebook kepada semua orang.
Persidangan ini sepertinya
semakin memanas. Yasa berbicara seakan-akan meyakinkan orang lain bahwa aku
yang bersalah. Tapi dari sisi lain, aku pun tak mau kalah, aku akan berusaha
untuk menegakkan keadilan.
Ketika Yasa berbicara dan
memberi buktinya, Fatih pun mencari bukti foto untuk memojokkan Yasa,”Lah kalau
foto ini bagaimana? Foto ini pasti juga bisa dibuat fitnah, iya kan?” Ucapnya
sambil memperlihatkan bukti itu.
Tiba-tiba Debo memasuki UKS dan
berkata,”Kalau tidak ada yang membakar, pasti tidak akan kebakar.” Sambil
mengedipkan bulu matanya kepadaku dan tersenyum.
Semua pun terdiam, begitu juga Yasa. Yasa sudah tidak
mampu mencari-cari alasan. Fira yang layaknya sebagai hakim dipengadilan itu
berbicara,”Udah jelas semuakan? Yang terpenting itu kita harus saling percaya
dengan pasangan kita masing-masing.”
Setelah itu, Yasa meminta maaf
kepadaku,”Aku minta maaf kalau aku ada salah” sambil menjabat tanganku.
“Sebelum kamu minta maaf, aku
udah maafin kamu kok.” Ucapku dengan tersenyum.
Aku juga disuruh minta maaf
kepada Miya. Dengan air mata yang menetes, aku menjelaskan semuanya kepada
Miya. Miya pun berkata kepadaku,”Maaf ya, dulu aku belum tulus maafin kamu.
Janji ya, jangan deket-deket dengan Fatih.” Sambil menangis.
“Iya, aku tau kok kalau dulu
kamu belum bisa tulus maafin aku. Iya aku janji. Satu lagi, Jangan terlalu
percaya apa yang dikatakan orang lain. Percayalah dan ikuti apa kata hatimu
sendiri.” Jawabku sambil meyakinkan Miya. Miya pun mengangguk-angguk.
Selanjutnya Fahri disuruh minta
maaf kepada MIya, begitu juga Fatih pacarnya Miya.
Keluar dari UKS, Debo berkata
kepadaku,”Itu yang namanya senjata makan tuan, mulutnya harimaunya. Hahahaha…”
sambil menepuk pundakku.
“Iya Deb, Kebenaran harus
ditegakkan karena fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan. Hahahaha, Makasih ya
Deb buat tadi.” Sambil bersalaman dengannya.
“Makasih apa? Tadi? Tadi itu
Cuma ngeluarin kata-kata singkat dan disaat semua emosi memuncak. Hahahaha, iya
deh sama-sama.” Sambil ketawa.
Hari berganti hari, semua normal
kembali. Semua hidupku aku serahkan kepada Tuhan. Biar Tuhan mengatur yang
terbaik untukku. Mungkin Yasa merasa gimana gitu kalau melihatku. Tetapi pernah
aku mendengar kata “kejahatan jangan dibalas dengan kejahatan, tetapi balaslah
dengan kebaikan.”
Cerpen ini
berdasarkan pengalaman pribadi saya, dengan beberapa perubahan. Nama tokoh
disamarkan, demi menjaga nama baik .
No comments:
Post a Comment